Posted by : Nacoola generation
Selasa, 22 November 2011
Seperti diketahui, 70% permukaan Bumi merupakan air. Namun, asal muasal
air yang menutupi planet hunian manusia ini terus menjadi misteri.
Asal pasti air yang menutupi sekitar 70% permukaan Bumi masih terus menjadi perdebatan dan misteri bagi para ilmuwan. Banyak ilmuwan menduga, obyek di luar angkasa mengirim air ke Bumi dalam tabrakan dahsyat segera setelah Bumi terbentuk.
Dugaan tersebut menggantikan anggapan air terbentuk bersamaan terbentuknya Bumi. Peneliti berspekulasi, air yang muncul di permukaan planet ini saat terbentuk 4,5 miliar tahun silam kemungkinan besar bisa menguap oleh matahari muda.
Artinya, air yang ada di Bumi bisa jadi berasal dari tempat lain. Planet di bagian dalam tata surya (Mars, Merkurius, Venus) mungkin terlalu panas untuk menjadi ‘rumah’ air selama fomasi tata surya, jadi air yang ada di planet hunian manusia ini bukan berasal dari sana.
Meski begitu, badan-badan planet luar seperti bulan-bulan Yupiter dan komet berada cukup jauh dari matahari. Hasilnya, badan-badan ini bisa menyimpan es. Selama periode empat miliar tahun silam yang disebut Late Heavy Bombardment, benda berukuran masif yang kemungkinan besar berasal dari luar tata surya menghantam Bumi dan planet-planet dalam.
Menurut penulis senior Science Kristina Grifantini, terdapat kemungkinan, benda-benda ini berisi air. “Tabrakan-tabrakan yang terjadi inilah yang mengirim waduk air raksasa yang memenuhi bumi”.
Untuk waktu yang lama, para astronom menduga, komet (potongan es dan batu dengan ekor panjang es yang menguap) yang memutari orbit sekitar mataharilah yang mengirimkan air ini.
Namun, pengukuran jarak jauh air yang menguap dari beberapa komet utama yang ada (Halley, Hyakutake, dan Hale-Bopp) mengungkap, air es yang ada di komet itu terbuat dari berbagai jenis H2O (yang mengandung isotop lebih berat dari hidrogen) dari Bumi.
Artinya, komet-komet ini tak bisa menjadi sumber air di planet hunian manusia. Otomatis, komet besar keluar dari daftar ‘pelaku’ pengirim air ke Bumi. Para astronom pun mulai bertanya-tanya apakah petunjuk terakhir air di Bumi mungkin terletak di sabuk asteroid.
Wilayah tempat ratusan ribu asteroid yang mengorbit antara planet dalam dan luar ini diyakini oleh para astronom terlalu dekat dengan matahari untuk menjadi ‘rumah’ air. Namun, para astronom baru-baru ini menemukan bukti pertama es di asteroid 24 Themis.
Asal pasti air yang menutupi sekitar 70% permukaan Bumi masih terus menjadi perdebatan dan misteri bagi para ilmuwan. Banyak ilmuwan menduga, obyek di luar angkasa mengirim air ke Bumi dalam tabrakan dahsyat segera setelah Bumi terbentuk.
Dugaan tersebut menggantikan anggapan air terbentuk bersamaan terbentuknya Bumi. Peneliti berspekulasi, air yang muncul di permukaan planet ini saat terbentuk 4,5 miliar tahun silam kemungkinan besar bisa menguap oleh matahari muda.
Artinya, air yang ada di Bumi bisa jadi berasal dari tempat lain. Planet di bagian dalam tata surya (Mars, Merkurius, Venus) mungkin terlalu panas untuk menjadi ‘rumah’ air selama fomasi tata surya, jadi air yang ada di planet hunian manusia ini bukan berasal dari sana.
Meski begitu, badan-badan planet luar seperti bulan-bulan Yupiter dan komet berada cukup jauh dari matahari. Hasilnya, badan-badan ini bisa menyimpan es. Selama periode empat miliar tahun silam yang disebut Late Heavy Bombardment, benda berukuran masif yang kemungkinan besar berasal dari luar tata surya menghantam Bumi dan planet-planet dalam.
Menurut penulis senior Science Kristina Grifantini, terdapat kemungkinan, benda-benda ini berisi air. “Tabrakan-tabrakan yang terjadi inilah yang mengirim waduk air raksasa yang memenuhi bumi”.
Untuk waktu yang lama, para astronom menduga, komet (potongan es dan batu dengan ekor panjang es yang menguap) yang memutari orbit sekitar mataharilah yang mengirimkan air ini.
Namun, pengukuran jarak jauh air yang menguap dari beberapa komet utama yang ada (Halley, Hyakutake, dan Hale-Bopp) mengungkap, air es yang ada di komet itu terbuat dari berbagai jenis H2O (yang mengandung isotop lebih berat dari hidrogen) dari Bumi.
Artinya, komet-komet ini tak bisa menjadi sumber air di planet hunian manusia. Otomatis, komet besar keluar dari daftar ‘pelaku’ pengirim air ke Bumi. Para astronom pun mulai bertanya-tanya apakah petunjuk terakhir air di Bumi mungkin terletak di sabuk asteroid.
Wilayah tempat ratusan ribu asteroid yang mengorbit antara planet dalam dan luar ini diyakini oleh para astronom terlalu dekat dengan matahari untuk menjadi ‘rumah’ air. Namun, para astronom baru-baru ini menemukan bukti pertama es di asteroid 24 Themis.