Posted by : Nacoola generation
Senin, 14 November 2011
Buku-buku
teks zologi menjelaskan bahwa lidah balistik bunglon diperkuat oleh
seutas otot pemercepat (akselerator). Otot ini memanjang ketika menekan
ke bawah pada tulang lidah, yang berupa tulang rawan kaku di tengah
lidah, yang membungkusnya. Akan tetapi, dalam sebuah penelitian yang
telah disetujui untuk diterbitkan oleh majalah ilmiah Proceedings of the Royal Society of London (Series B),
dua ahli morfologi yang memelajari kebiasaan makan bunglon menemukan
unsur-unsur lain yang terkait dengan gerakan cepat lidah binatang ini. (1)
Kedua peneliti Belanda ini, Jurriaan de Groot dari Universitas Leiden,
dan Johan van Leeuwen dari Universitas Wageningen, mengambil film-film
sinar X berkecepatan tinggi, yakni 500 bingkai per detik, dalam rangka
menyelidiki bagaimana lidah bunglon bekerja ketika menangkap mangsa.
Film-film ini menunjukkan bahwa ujung lidah bunglon mengalami percepatan
50 g (g = konstanta gravitasi). Percepatan ini lima kali lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh sebuah jet tempur.
Para
peneliti ini membedah jaringan lidah dan menemukan bahwa otot pemercepat
sama sekali tidak cukup kuat untuk menghasilkan gaya yang diperlukan
ini sendirian. Dengan meneliti lidah bunglon, mereka menemukan
keberadaan sedikitnya 10 bungkus licin, yang hingga saat itu belum
diketahui, di antara otot pemercepat dan tulang lidah. Bungkus-bungkus
ini, yang melekat ke tulang lidah di ujungnya yang terdekat dengan
mulut, teramati mengandung serat-serat protein berajutan spiral.
Serat-serat ini memadat dan berubah bentuk ketika otot pemercepat
mengerut dan menyimpan tenaga bagaikan seutas pita karet yang tertekan.
Ketika mencapai ujung bulat tulang lidah, bungkus-bungkus yang ketat
dan memanjang ini secara bersamaan menggelincir dan mengerut dengan
kekuatan dan melontarkan lidah. Secepat serat-serat ini menggelincir
dari tulang lidah, bungkus-bungkus saling memisahkan diri bagaikan
tabung-tabung sebuah teleskop, dan karena itu lidah mencapai jangkauan
terjauhnya. Van Leeuwen berkata, “ini adalah ketapel teleskopis.”
Ketapel ini
memiliki ciri lain yang amat menyolok. Ujung lidah mengambil bentuk
hampa pada saat menghantam mangsa. Ketika terlontar, lidah ini dapat
menjulur sejauh enam kali panjangnya ketika istirahat di dalam mulut,
dan dua kali panjang tubuhnya sendiri.
Jelaslah bahwa
bungkus-bungkus yang saling terhubung pada lidah bunglon ini tidak
pernah dapat dijelaskan menurut evolusi. Dalam wacana itu, mari kita
ajukan pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah masing-masing bungkus ini berevolusi ke tempatnya yang benar?
2. Bagaimanakah lidah tumbuh sedemikian panjang?
3. Bagaimanakah otot pemercepat muncul?
4. Bagaimanakah bungkus-bungkus menyelaraskan gerak-geriknya sehingga membuat lidah mencapai panjang maksimumnya?
5. Bagaimanakah bungkus-bungkus menumbuhkan kemampuan untuk “memanjangkan diri bak tabung-tabung teleskop”?
6. Bagaimanakah binatang tersebut menyatukan semua bagian ini setelah “meluncurkan” lidah?
7. Jika lidah ini diperoleh sebagai sifat menguntungkan akibat proses
evolusi, lalu mengapa sifat unggul ini tidak berkembang pada
binatang-binatang lain dan mengapa binatang-binatang lain tidak memiliki
cara berburu yang sama?
8. Bagaimanakah bunglon (atau binatang yang dianggap moyang
peralihannya) dapat bertahan hidup ketika semua sistem yang rumit ini
diduga pelan-pelan berevolusi? (2)
Seorang
evolusionis tidak akan memiliki jawaban bagi pertanyaan-pertanyaan
ini. Gambar di sebelah kiri, sebuah lukisan yang mewakili penampang
melintang lidah bunglon, menyingkapkan bahwa sistem sempurna ini
bergantung pada penciptaan yang amat khusus. Kelompok-kelompok otot
dengan sifat-sifat yang berbeda secara tanpa cela melontarkan lidah,
memercepatnya, menyebabkan lidah mengambil bentuk isap ketika menghantam
mangsanya dan lalu cepat-cepat menariknya. Kelompok-kelompok otot ini
sama sekali tidak saling menghalangi fungsi masing-masing, namun bekerja
dengan cara yang terselaraskan dalam menghantam mangsa dan menarik
lidah kembali ke mulut dalam waktu kurang dari sedetik. Tambahan lagi,
berkat kerjasama antara sistem penglihatan dan otak, kedudukan mangsa
diukur dan perintah bagi lidah balistik untuk “menembak!” diberikan oleh
syaraf yang mengirimkan isyarat di dalam otak.
Sudah
pasti, bunglon tidak dapat memikirkan dan merancang sendiri rancangan
yang demikian rumit itu. Penciptaan ini menyingkapkan keberadaan Allah,
Sang Mahatahu dan Mahakuasa. Tidak ada keraguan bahwa Allahlah, Yang
Mahakuasa, Mahatahu, dan Mahabijaksana, Yang menciptakan bunglon.
1. Menno Schilthuizen, "Slip of the Chameleon's Tongue," Science Now, 8 March 2004, http://sciencenow.sciencemag.org/cgi/content/full/2004/308/1
2. Brad Harrub, "The Chameleon's Incredible (Tongue) Acceleration!", http://www.apologeticspress.org/inthenews/2004/itn-04-08.htm
Sumber:HARUN YAHYA