Posted by : Nacoola generation Selasa, 25 September 2012


BBM BERSUBSIDI


Sabtu, 8 September 2012
JAKARTA (Suara Karya): Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) diminta mengkaji ulang rencana membatasi kendaraan pribadi memakai bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium. Diperkirakan banyak kendala dalam pelaksanaan dan pengawasannya.
Meski demikian, rencana pembatasan pembelian BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan-bakar umum (SPBU) yang berlokasi di jalan tol, kemungkinan bisa diterapkan.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral Rudi Rubiandini menilai, rencana BPH Migas untuk membatasi pembelian premium sulit dilakukan. Meski BPH Migas berhak mengeluarkan aturan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi, namun pelaksanaannya di lapangan terbentur masalah pengawasan.
"Berapa orang petugas atau polisi yang harus berjaga-jaga di SPBU. Sebab, pastinya akan ada pembeli yang memaksa untuk mengisi premium bersubsidi," katanya di Jakarta, kemarin, seperti dikutip Antara.
Untuk itu, Rudi meminta BPH Migas mengkaji ulang rencana pembatasan tersebut. Apalagi masalah konsumsi BBM saat ini terkait disparitas harga yang terlalu jauh antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi. Masalah disparitas harga meningkatkan penyelewengan, baik ke industri maupun ke negara lain. Jadi, solusinya mengurangi disparitas harga.
Namun, di sisi lain, Rudi mengatakan, rencana BPH Migas melarang SPBU di jalan tol menjual BBM bersubsidi kemungkinan bisa dilakukan. Kendaraan pribadi yang memasuki jalan tol, sebagian besar merupakan mobil yang dimiliki masyarakat berkemampuan cukup, sehingga tidak layak lagi memakai BBM bersubsidi.
"Jalan tol merupakan area tertutup, sehingga aturan itu bisa dilakukan. Pemerintah akan dukung. Jadi, pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di area jalan tol dapat dilakukan. Bahkan, SPBU di area jalan tol sebaiknya tidak dipasok BBM jenis premium," tuturnya.
Selain akan mengeluarkan peraturan yang membatasi kendaraan membeli BBM bersubsidi di SPBU jalan tol dan daerah elite, BPH Migas juga akan mengeluarkan petunjuk bagi daerah, khususnya untuk bisa mengatur kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan.
"Mengenai apakah akan efektif atau tidak, harus dilihat dari peranan pemerintah daerah. Pasalnya, pegawai di daerah sudah memiliki tugas masing-masing," ujarnya.
Terkait hal ini, pengamat transportasi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Heru Sutomo mengatakan, larangan pembelian BBM bersubsidi bagi mobil pribadi di ruas tol harus diimbangi dengan pembangunan transportasi massal.
"Untuk membatasi volume kendaraan, tidak cukup hanya dengan mencabut subsidi bahan bakar, tetapi juga harus diimbangi dengan penyediaan infrastruktur transportasi massal yang mumpuni," katanya. (A Choir)


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Asmaul Husna

Calendar Hijri

Blog archive

Popular Post

Buscar

- Copyright © Ganesha 50 -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -