BBM BERSUBSIDI
Sabtu, 8 September
2012
JAKARTA (Suara
Karya): Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) diminta
mengkaji ulang rencana membatasi kendaraan pribadi memakai bahan bakar
minyak (BBM) bersubsidi jenis premium. Diperkirakan banyak kendala dalam
pelaksanaan dan pengawasannya.
Meski demikian, rencana pembatasan pembelian
BBM bersubsidi di stasiun pengisian bahan-bakar umum (SPBU) yang berlokasi
di jalan tol, kemungkinan bisa diterapkan.
Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral
Rudi Rubiandini menilai, rencana BPH Migas untuk membatasi pembelian
premium sulit dilakukan. Meski BPH Migas berhak mengeluarkan aturan
pembatasan pemakaian BBM bersubsidi, namun pelaksanaannya di lapangan
terbentur masalah pengawasan.
"Berapa orang petugas atau polisi yang
harus berjaga-jaga di SPBU. Sebab, pastinya akan ada pembeli yang memaksa
untuk mengisi premium bersubsidi," katanya di Jakarta, kemarin,
seperti dikutip Antara.
Untuk itu, Rudi meminta BPH Migas mengkaji
ulang rencana pembatasan tersebut. Apalagi masalah konsumsi BBM saat ini
terkait disparitas harga yang terlalu jauh antara BBM bersubsidi dan
nonsubsidi. Masalah disparitas harga meningkatkan penyelewengan, baik ke
industri maupun ke negara lain. Jadi, solusinya mengurangi disparitas harga.
Namun, di sisi lain, Rudi mengatakan,
rencana BPH Migas melarang SPBU di jalan tol menjual BBM bersubsidi
kemungkinan bisa dilakukan. Kendaraan pribadi yang memasuki jalan tol,
sebagian besar merupakan mobil yang dimiliki masyarakat berkemampuan cukup,
sehingga tidak layak lagi memakai BBM bersubsidi.
"Jalan tol merupakan area tertutup,
sehingga aturan itu bisa dilakukan. Pemerintah akan dukung. Jadi,
pembatasan konsumsi BBM bersubsidi di area jalan tol dapat dilakukan.
Bahkan, SPBU di area jalan tol sebaiknya tidak dipasok BBM jenis
premium," tuturnya.
Selain akan mengeluarkan peraturan yang
membatasi kendaraan membeli BBM bersubsidi di SPBU jalan tol dan daerah
elite, BPH Migas juga akan mengeluarkan petunjuk bagi daerah, khususnya
untuk bisa mengatur kuota BBM bersubsidi yang ditetapkan.
"Mengenai apakah akan efektif atau
tidak, harus dilihat dari peranan pemerintah daerah. Pasalnya, pegawai di
daerah sudah memiliki tugas masing-masing," ujarnya.
Terkait hal ini, pengamat transportasi dari
Universitas Gadjah Mada (UGM) Heru Sutomo mengatakan, larangan pembelian
BBM bersubsidi bagi mobil pribadi di ruas tol harus diimbangi dengan
pembangunan transportasi massal.
"Untuk membatasi volume kendaraan,
tidak cukup hanya dengan mencabut subsidi bahan bakar, tetapi juga harus
diimbangi dengan penyediaan infrastruktur transportasi massal yang
mumpuni," katanya. (A Choir)
|