Posted by : Nacoola generation Senin, 01 Oktober 2012




Sejak berdiri sekira sembilan tahun silam, satu kritikan yang paling sering mengarah ke KPK adalah soal tebang pilih. KPK oleh sebagian kalangan dituding menerapkan kebijakan tebang pilih, lantaran tidak semua perkara korupsi diusut KPK. Sebagian curiga ada intervensi politik di balik sikap pilah-pilih yang ditunjukkan KPK.

Kritikan soal tebang pilih ternyata tidak hanya keluar dari mulut orang lokal. Bertrand de Speville, mantan Komisioner Independent Commission Againts Corruption ­Hong Kong, juga mempersoalkan kebijakan penyelidikan KPK yang terkesan memilah perkara korupsi tertentu. “Kebijakan penyelidikan yang diterapkan KPK sekarang tidak tepat,” ujar Bertrand dalam acara kuliah umum di Paramadina Postgraduate School di Jakarta, Rabu (4/7).

Kebijakan penyelidikan, menurut pemaparan Bertrand, adalah satu dari enam tantangan terkini dalam pemberantasan korupsi. Lima tantangan lainnya adalah sumber daya yang minim, mandat lembaga anti korupsi, hukuman ringan, proses peradilan yang lamban, dan sistem pelaporan harta kekayaan pejabat.

Disarankan Bertrand, KPK seharusnya mengusut semua kasus korupsi yang masuk. Menurut dia, sikap selektif dalam penyelidikan kasus korupsi berpotensi menurunkan kepercayaan publik pada KPK. Publik, lanjut Bertrand, bisa curiga ada apa dibalik kebijakan penyelidikan KPK. Mungkin, publik akan curiga KPK diintervensi secara politik.

“KPK tidak boleh memiliki standar ganda, mana perkara yang bisa disidik, mana yang tidak. Kalau publik mulai curiga, KPK akan kehilangan dukungan dari publik,” ujar Bertrand yang sempat menjadi konsultan untuk proses pembentukan KPK Indonesia.

Bertrand menambahkan KPK juga jangan hanya menyidik kasus-kasus kakap. Menurut dia, sekecil apapun kasus korupsi pasti akan memiliki dampak yang besar. Sebagai ilustrasi, Bertrand mengatakan KPK harusnya mengusut kasus di sebuah wilayah terpencil dimana seorang guru kerap menerima hadiah yang tak wajar dari muridnya. Kasus seperti ini mungkin skalanya kecil, namun Bertrand yakin jika KPK turun tangan akan menimbulkan dampak positif yang besar.

“Jika KPK turun ke sana, publik setempat tidak hanya akan menolak guru tersebut, tetapi publik akan paham bahwa perbuatan itu salah, dan juga bertentangan dengan hukum,” papar Bertrand.

Apabila KPK mengusut semua kasus korupsi, kata Bertrand, maka konsekuensinya adalah KPK harus stop menargetkan orang atau sektor tertentu. KPK harus fokus dan menunggu pengaduan yang masuk.

Diakui Bertrand, saran yang dia kemukakan memang tidak mudah dan murah. KPK harus memiliki sumber daya yang lebih besar dari sekarang. Dimulai dari jumlah pegawai, yang menurut penilaian Bertrand, jumlah pegawai KPK sekarang yakni sekitar 700 orang sangat minim. Soal hal ini, Bertrand sebenarnya telah jauh-jauh hari memprediksi bahwa KPK butuh SDM yang banyak.

“Sekitar tahun 2001, berdasarkan jumlah populasi Indonesia, saya memprediksi KPK Indonesia setidaknya butuh 8000 pegawai. Pokoknya, jumlah pegawai KPK harus lebih dari sekarang,” ujar Bertrand.

Membandingkan, Bertrand mengatakan ICAC ketika pertama kali berdiri jumlah pegawainya 1200 orang. Saat itu, populasi Hong Kong berkisar 5-6 juta orang. Lalu, KPK Malaysia sekarang memiliki 1500 pegawai dan akan dikembangkan lagi menjadi 2500.

Selain itu, untuk menangani semua kasus yang kemungkinan tersebar di seluruh pelosok Indonesia, Bertrand berpendapat KPK harus memiliki kantor perwakilan di daerah. Sekali lagi, diakui Bertrand, usulan ini memang tidak muduh untuk dilaksanakan. Makanya, dia menyarankan pembentukan kantor perwakilan daerah dilakukan secara bertahap. Dalam lima tahun, menurut Bertrand, kantor perwakilan di seluruh Indonesia dapat terbentuk.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Asmaul Husna

Calendar Hijri

Blog archive

Popular Post

Buscar

- Copyright © Ganesha 50 -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -