REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tudingan adanya pilih kasih dari Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti terbukti benar. Paling tidak itulahyang
disangkakan Partai Amanat Nasional (PAN). Menurut anggota DPR RI dari Fraksi
FPAN Teguh Juwarno menilai, KPK memberikan perlakuan berbeda terhadap tersangka
kasus dugaan korupsi.
"Perlakuan berbeda terlihat dari sikap KPK terhadap dua tersangka kasus
dugaan korupsi, Wa Ode
Nurhayati dan Angelina Sondakh," kata Teguh Juwarno usai diskusi
'Dialog Pilar Negara: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN' di Gedung
MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (7/5).
Wa Ode Nurhayati adalah anggota DPR RI dari Fraksi PAN yang menjadi tersangka
pada kasus dugaan korupsi Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID).
Sedangkan, Angelina Sondakh adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat
yang menjadi tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet
untuk SEA Games di Palembang.
Teguh mencontohkan, perlakukan tidak adil KPK terhadap kedua tersangka
tersebut, Angelina Sondakh ditawari hukuman lebih ringan jika bersedia menjadi 'justice collaborator',
sedangkan Wa Ode Nurhayati tidak.
"Padahal, Wa Ode kooperatif terhadap penyidik dan memiliki banyak
informasi dan data untuk mengungkap kasus dugaan korupsi DPID yang lebih
besar," katanya.
Selain itu, kata dia, Wa Ode dikenakan pasal pada UU tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU), padahal dari bukti yang ada tidak cukup kuat. Sementara
itu, KPK tidak mengenakan pasal pada UU tentang TPPU terhadap Angelina Sondakh,
meskipun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATIK) pernah
mengusulkan agar mengenakan pasal pada UU tentang TPPU.
"Saya melihat KPK tidak menerapkan penegakan hukum yang adil terhadap
tersangka kasus dugaan korupsi, antara Wa Ode Nurhayati dan Angelina
Sondakh," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan, sejak sebelum ditetapkan sebagai
tersangka, Wa Ode sudah bersuara lantang siap membantu aparat penegak hukum
untuk mengungkap dugaan korupsi DPID. Menurut dia, seharusnya Wa Ode yang lebih
pantas ditawari menjadi 'justice collaborator'.
Untuk kasus dugaan korupsi pada kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Wisma
Atlet SEA Games dan proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang, menurut dia,
yang lebih pantas ditawari menjadi "justice collaborator" seharusnya
Muhammad Nazaruddin.