Posted by : Nacoola generation
Senin, 01 Oktober 2012
JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Produk
Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan secara tegas melarang iklan,
promosi, dan sponsor produk mengandung tembakau, seperti rokok. Larangan ini
sebagai tindak lanjut Undang-Undang Kesehatan.
”Dalam rancangan peraturan pemerintah yang baru sebetulnya sudah ke arah total ban atau pelarangan total iklan dan promosi rokok,” ujar Sundoyo dari Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan di hadapan peserta Forum Nasional Aliansi Total Ban guna melindungi anak dari iklan, promosi, dan sponsor rokok, Senin (25/1/2010).
Sundoyo mengatakan, RPP sudah dikirim ke Kementerian Hukum dan HAM pada 15 Januari 2010 untuk proses harmonisasi.
”Dalam rancangan peraturan pemerintah yang baru sebetulnya sudah ke arah total ban atau pelarangan total iklan dan promosi rokok,” ujar Sundoyo dari Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan di hadapan peserta Forum Nasional Aliansi Total Ban guna melindungi anak dari iklan, promosi, dan sponsor rokok, Senin (25/1/2010).
Sundoyo mengatakan, RPP sudah dikirim ke Kementerian Hukum dan HAM pada 15 Januari 2010 untuk proses harmonisasi.
”Payung hukumnya ialah penetapan tembakau sebagai zat adiktif dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan sehingga menjadi tidak bebas untuk dipromosikan walaupun produk tersebut legal,” ujarnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003, penayangan iklan rokok masih diperbolehkan pada pukul 21.30 hingga 05.00 waktu setempat. Namun, dalam RPP yang baru, produk tembakau tidak boleh diiklankan di semua jenis media, baik elektronik, cetak, maupun media luar ruang.
Produsen dan importir juga dilarang menjadi sponsor suatu kegiatan. Produsen juga tidak boleh menggunakan logo atau merek pada produk atau barang bukan rokok. Pembagian secara cuma-cuma, potongan harga, dan hadiah produk tembakau juga tak diperbolehkan. Bahkan, tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) juga tidak boleh dilakukan yang bertujuan untuk mempromosikan atau mengenalkan produk tembakau.
Lebih ketat
RPP itu juga mengatur standar dan persyaratan produksi rokok dengan lebih ketat, antara lain, dengan mengatur informasi kandungan kadar nikotin dan tar. Untuk produk tembakau yang mengandung cengkeh harus dicantumkan pula kadar eugenol.
Setiap orang dilarang pula menjual produk tembakau melalui mesin layan diri, kepada konsumen di bawah usia 18 tahun, kepada perempuan hamil dan penjualan secara eceran (per batang). ”Produk wajib izin bidang perindustrian dan dilarang mengemas kurang dari 20 batang,” ujarnya.
Sundoyo mengatakan, hal itu guna melindungi kesehatan masyarakat terhadap insidensi penyakit fatal dan penyakit yang menurunkan kualitas hidup akibat penggunaan produk tembakau. Selain itu, guna melindungi penduduk usia produktif.
Wakil Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak sekaligus anggota Lawyer Committee on Tobacco Control, Muhammad Joni, mengatakan, pelarangan total iklan rokok terutama untuk melindungi anak.
”Iklan dan promosi dapat menggiring anak mencoba produk tembakau, mengonsumsinya dan kemudian sulit berhenti,” ujarnya.
Hambatan
Direktur Litigasi dan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi mengatakan, dalam Undang-Undang Penyiaran Tahun 2002 disebutkan, iklan niaga dilarang melakukan promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif.
Namun, yang akan jadi hambatan, dalam undang-undang itu larangan promosi rokok hanya untuk iklan yang memperagakan wujud rokok. Harmonisasi peraturan pemerintah dengan undang-undang pasti akan menyentuh pasal itu juga.
Kepala Badan Informasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Fredy Tulung mengatakan, perlu ketegasan larangan iklan, promosi, dan sponsor terkait rokok agar jangan multitafsir, seperti dalam UU Penyiaran. (INE)